Kabut Berancun itu Bernama Valentine’s Day


 Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
(Majalah al Furqon edisi 06 tahun ke-8 halaman 37-39)

14 Februari adalah hari yang sangat istimewa bagi para pendewa Valentine’s Day. Pada hari itu mereka mengungkapkan rasa cinta dan sayang kepada orang-orang yang diinginkan. Ada yang menyatakan perasaannya kepada teman, guru, orang tua, kakak atau adik dan yang paling banyak adalah menyatakan kepada kekasihnya. Pada hari itu pula mereka mengirimkan kartu atau hadiah bertuliskan “Be my Valentine” (Jadilah Valentine-ku) atau sama artinya “Jadilah kekasihku”.
Di indonesia, sejak era 1980-an, perayaan Hari Valentine ini makin memprihatinkan. Jika kita masuk toko buku atau semisalnya dibulan Februari, akan nampak rak-rak yang berjajar berisikan beragam kartu ucapan Valentine’s Day. Tak mau kalah, toko-toko souvenirpun mulai menjajakan aneka kado bertema Valentine’s Day. Mall dan supermarket juga menghias seluruh ruangan dengan warna-warna pink dan biru lembut, dengan hiasan berbentuk hati dan pita dimana-mana. Hampir semua media cetak dan elektronik pun menjadi pengesa program misterius ini.

Dengan berpikir sedikit saja kita dapat mengetahui bahwa perayaan ‘aneh’ ini tidak lepas dari trik bisnis para pengusaha tempat hiburan, pengusaha hotel, perangkai bunga, dan lainnya. Akhirnya jadilah perayaan Valentine sebagai perayaan bisnis yang bermuara pada perusakan akidah dan akhlak pemuda Islam (khususnya). Saatnya kita bertanya pada diri kita masing-masing, apa yang sudah kita lakukan dalam penyelamatan generasi penerus kita?!

Sekilas sejarah Valentine’s Day

Ribuan literatur yang menyebutkan sejarah Hari Valentine masih berbeda pendapat. Ada banyak versi tentang asal-usul perayaan Valentine ini. Yang paling populer adalah kisah Valentinus (St. Valentine) yang diyakini hidup pada masa Claudius II yang kemudian menemui ajal pada 14 Februari 269 M. Namun kisah inipun ada beberapa versi lagi.
Yang jelas dan tidak memiliki silang pendapat adalah kalau kita menilik lebih jauh kedalam tradisi paganisme (dewa-dewi) Romawi kuno. Pada waktu itu ada sebuah perayaan yang disebut Lupercalia. Didalamnya terdapat rangkaian upacara penyucian dimasa Romawi kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama dipersembahkan untuk Dewi Cinta, Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama-nama gadis dalam kotak. Lalu setiap pemuida mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk bersenang-senang dan menjadi obyek hiburan.
Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan Dewa Lupercalia terhadap gangguan serigala. Selama upacara ini, kaum muda memecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dipecut karena menganggap pecutan ini akan membuat mereka lebih subur. Ketika agama Kristen Katholik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain dengan mengganti nama-nama gadis degnan nama-nama Paus atau Pastor. Diantara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I. Kemudian agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Galasius I menjadikan upacara Romawi kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari.
Jati diri St. Valentine sendiri masih diperdebatkan para sejarawan. Saat ini, sekurang-kurangnya ada tiga nama Valentine yang meninggal pada tanggal 14 Februari. Diantaranya ada kisah yang menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat didalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda menikah. Tindakan Kaisar ini mendapat tantangan dari St. Valentine yang secara diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga ia pun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M.
Dapat kita tarik beberapa kesimpulan:
1.      Valentine’s Day berakar dari upacara keagamaan ritual Romawi Kuno untuk menyembah dewa mereka yang dilakukan dengan penuh kesyirikan.
2.      Upacara yang biasa dilaksanakan pada 15 Februari tersebut, pada tahun 496 oleh Paus Galacius I diganti menjadi 14 Februari.
3.      Agar dunia menerima, hari itu disamarkan dengan nama “hari kasih sayang” yang kini telah tersebar diberbagai negeri, termasuk negeri-negeri Islam.

Jangan Ikuti Budaya Kafir

Begitulah saudaraku seiman, Hari Valentine berasal dari mitos Zaman Romawi yang seluruhnya tidak lain adalah bersumber dari paganisme syirik, penyembah berhala, dan penghormatan kepada pastor. Selain itu, perayaan Valentine’s Day adalah salah satu makar orang Yahudi yang diselundupkan kedalam tubuh umat Islam supaya diikuti. Jadi, perayaan Valentine’s Day ini adalah salah satu acara yang diadakan oleh orang kafir dan orang-orang yang bergelimang dosadalam rangka berbuat maksiat, mengumbar syahwat, dan memenuhi hawa nafsu belaka.
Di Bandung, 12 Februari 2005, Studio Carton Multi Kreasi menggelar acara lomba menjijikkan yang diadopsi dari Amerika.[1] Arini dan Muri menyatakan bahwa lomba serupa pernah digelar pada Desember 2001 di New York , AS. Mengapa masih banyak pemuda-pemudi Islam tertipu dan ikut-ikutan membeo budaya orang-orang kafir tersebur? Ingatlah wahai kaum muslimin, musuh-musuh Islam selalu berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan kalian dari ajaran agama kalian! Alloh berfirman:

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Alloh itulah petunjuk (yang benar)......” (QS. Al-Baqoroh [2] : 120)

Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyalahu ‘anhu dari Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

Sungguh kalian akan mengikuti sunnah perjalanan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehingga mereka memasuki lubang dhab (hewan sejenis biawak di Arab). Mereka berkata, “Wahai Rasullulah apakah mereka Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Bukhari 7325 dan Muslim 2669)

Syaikh Sulaiman bin Abdulloh Alu Syaikh rahimahullah berkata : “Hadist ini merupakan mukjizat Nabi karena sungguh mayoritas umatnya ini telah mengikuti sunnah perjalanan kaum Yahudi dan Nasrani dalam gaya hidup, berpakaian, syi’ar-syi’ar agama, dan adat istiadat. Dan hadist ini lafazhnya berupa kabar yang berarti larangan mengikuti jalan-jalan selain agama Islam.”[2]

Menyoroti Valentine’s Day

Setiap Februari menjelang, banyak remaja Indonesia yang notabene mengaku beragama Islam ikut-ikutan sibuk mempersiapkan perayaan Valentine. Walau sudah banyak yang mendengar bahwa Valentine adalah salah satu hari raya umat Kristiani yang mengandung nilai-nilai akidah Kristen, namun hal ini tidak mereka pedulikan. Bisakah dibenarkan sikap dan pandangan seperti itu?
Lajnah Da’imah Arab Saudi pernah ditanya tentang perayaan Valentine’s Day, mengucapkan ucapan selamat, memberikan hadiah, dan menyediakan alat-alat untuknya, lantas dijawab oleh Lajnah:
“Dalil-dalil yang jelas dari al Qur’an dan Sunnah serta kesepakatan ulama salaf telah menegaskan bahawa perayaan dalam Islam hanya ada dua, Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun perayaan-perayaan lainnya yang berkaitan dengan tokoh, kelompok, atau kejadian tertentu adalah perayaan yagn diada-adakan[3].” Tidak boleh umat Islam merayakannya, menyetujuinya, menampakkan kegembiraan padanya, atau membantu kelancarannya karena hal itu melanggar hukum Alloh yang merupakan suatu tindak kezaliman. Dan bila perayaan tersebut merupakan perayaan ornag kafir maka makin parah dosanya sebab hal itu termasuk tasyabbuh (menyerupai) mereka dan trmasuk bentuk loyalitas kepada mereka, sedangkan Alloh dalam al Qur’an yang mulia telah melarang kaum mukminin menyerupai orang-orang kafir dan loyal kepada mereka. Juga, telah shohih bahwa Nabi bersabda:

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari kaum tersebut” (HR. Abu Dawud: 4031, Ahmad: 2/50, 92, dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa’ul Gholil: 1269)

Perayaan Valentine’s Day termasuk hal di atas karena termasuk perayaan penyembah berhala dan umat Nasrani. Maka tidak boleh umat Islam yang beriman kepada Alloh dan hari akhir ikut merayakannya, menyetujuinya dan mengucapkan selamat untuknya. Bahkan yang wajib adalah meninggalkannya dan menjauhinya sebagai ketaatan kepada Alloh dan RosulNya serta menjauhi sebab kemurkaan Alloh. Sebagaimana pula diharamkan membantu semaraknya acara ini atau perayaan-perayaan haram lainnya baik dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak, mensponsori dan sebagainya karena semua itu termasuk tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Alloh berfirman:

......Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...... (QS. al-Ma’idah [5]: 2)[4]

Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah menyebutkan beberapa dampak negatif perayaan Valentine’s Day. Beliau berkata dalam fatwa yang beliau tanda tangani bertanggal 5 Dzulqo’dah 1420H:
“Perayaan ini tidak boleh karena alasan berikut:
Pertama. Valentine’s Day hari raya bid’ah yang tidak ada dasar hukumnya didalam syari’at Islam.
Kedua. Merayakan Valentine’s Day dapat menyebabkan cinta yang semu.
Ketiga. Menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salafush-sholih.
Maka tidak halal melakukan ritual hari raya dalam bentu makan-makan, berpakaian, saling tukar hadiah, ataupun lainnya. Hendaklah seorang muslim bangga dengan agamanya, bukan malah menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan.”[5]
Dampak buruk lainnya, terhapuslah nilai-nilai Islam serta memperbanyak jumlah mereka dengan mendukung dan mengikuti agama mereka.
Alhasil, hendaklah kaum muslimin sekarang ini mengetahui dan berhati-hati terhadap propaganda yang diserukan oleh orang-orang kafir yang berusaha menjauhkan kaum muslimin dari ajarannya yang sesat lagi menyesatkan.

Valentine, Hari Cinta?

Dikatakan, Valentine itu hari untuk menyebarkan kasih sayang dan cinta. Benarkah demikian? Salah, bahkan pernyataan itu sungguh memprihatinkan! Bukankah dengan demikian seolah-olah Islam tidak mengenal cinta kasih, padahal dalam Islam ajaran cinta kasih memiliki kedudukan tersendiri dengan skala prioritas sebagaimana tercantum dalam QS. al-Baqoroh [2]:165, at-Taubah[9]: 24, al-Fath[48]: 29, dan al-Ma’idah [5]:54.
Kelihaian dan kelicikan musuh Islam untuk menipu umat Islam patut diacungi jempol. Valentine’s Day yang berbau syirik pun bisa terbungkus dan terpoles rapi hingga diminati dan digandrungi oleh generasi muda Islam yang tidak memiliki kekuatan ilmu agama.
Sesungguhnya cinta dalam Valentine’s Day hanyalah cinta semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Oleh karenanya, perhatikanlah bagaimana Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh para pemuka Islam melainkan juga oleh pemuka agama lainnya. Di India misalnya, pernah diberitakan bahwa sejumlah aktifis dan pemuka agama Hindu berkumpul di Bombay pada sabtu, 14 Februari 2004. dengan lantang mereka menyerukan agar tidak ikut-ikutan merayakan Hari Valentine yang menganjurkan dekadensi moral dan merusak tradisi India. Seorang aktifis berteriak: “Valentine’s Day bukan bagian dari kepribadian dan ttradisi agama kita. Selain itu, apa yang diajarkan oleh Valentine’s Day itu sungguh-sungguh akan merusak tatanan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat warga India. Janganlah ikut-ikutan Barat!!”

Kesimpulan

Valentine’s Day merupakan hari raya orang kafir yang penuh kesyirikan. Tidak boleh umat Islam ikut-ikutan merayakannya, mengucapkan selamat kepada yang merayakannya, dan membantu memeriahkannya dengan memperdagangkan alat-alat yang digunakan. Wajib umat Islam menghindari kemurkaan Alloh. Allohu A’lam.


Referensi
1.       Fatawa Ulama’ Baladil Haram, dikumpulkan oleh Kholid bin Abdurrohman al-juraisi, cet. Ke-1, 1420 H.
2.       Valentine’s Day, Rizki Ridyasmara, Pustaka al-Kautsar, cet. Ke-4, Februari 2008
3.       Fikih Kontemporer, Dr. Setiawan Budi Utomo, Pustaka Saksi, cet. Cet. Ke-1, Oktober 2000
4.       Buletin AL FURQON, Th. 2 Vol.10.No 1/Shofar 1429H


[1] Harian Pikiran Rakyat 13 Februari 2005
[2] TAisir Aziz al-Hamid hlm.32
[3] Al-Hafizh Ibnu Rojab berkata: “sesungguhnya perayaan tidaklah diadakan berdasarkan logika dan akal sebagaimana dilakukan oleh ahli kitab sebelum kita melainkan berdasarkan syari’at dan dalil”(Fathul-Bari 1/159, Tafsir Ibnu Rojab: 1/390)
[4] Fatawa Lajnah Da’imah Lil-Buhuts Ilmiyyah wal-Ifta’: 21203 tgl. 22/11/1420
[5] Majmu’ Fatawa wa Rosa’il kar. Syaikh Ibnu Utsaimin: 16/199-200. lihat pula fatawa Ulama’ Baladil-Haram hlm. 1022-1024 dan as-Sunan wal-Mubtada’at fil-A’yad hlm 52 kar. Dr. Abdurrohman bin Sa’ad asy-Syisyri

.
EmoticonEmoticon